Latest Event Updates

Habis Gelap Terbitlah Terang

Posted on

Sayup-sayup terdengar langkah kaki dari dapur, sambil membawa sebaskom air. Tak ketinggalan di dalam baskom itu ada handuk kecil. Kayaknya untuk membersihkan sesuatu. Benar, handuk kecil itu ternyata untuk membersihkan tubuh anaknya yang duduk tak berdaya di kursi rodanya. Ia terlihat lesu, lemah dan seperti tak memiliki cahaya kehidupan. Entah, apa yang ada dalam benak anak itu. Pandangannya pun tak jelas kemana arahnya.

Sesekali ia memegang kakinya yang tak bisa digerakkan. Hanya ia pukul-pukul sedikit sambil sesekali menggerak-gerakkan ke depan. Meskipun gerakannya amat pelan. Tapi ia bersyukur bagian tubuh yang lain masih normal. Tapi meskipun kakinya tak bisa digerakkan, ia tak juga berputus asa. Tetap saja ia menikmati apa yang Tuhan berikan. Tanpa menghabiskan waktu mudanya hanya dengan menangis, meratapi kesedihan.

Nak, mandi sekarang ya? Ibu sudah siapkan air hangat di baskom. Oya. Seperti biasa ibu yang membasuh badanmu. Nanti kalau gak dimandiin baunya pasti menyengat. Kan gantengnya hilang? Dalam keserisan itu ibunya bercanda, supaya sang anak tak terlihat sedih. Anaknya pun tertawa sama ibunya.

“Gimana kursusnya, Nak?” Ibunya bertanya.

“Alhamdulillah lancar-lancar aja, Bu. Bahkan sekarang saya sudah dipercaya memperbaiki beberapa elektronik tempatnya Pak Budi. Alhamdulillah jg saya dikasih ongkos meski tak seberapa.” Jawab si Banu.

“Syukurlah,Nak. Mudah-mudahan ilmumu bermanfaat ya, Nak? Kalau masalah uang jangan dipikirkan. Kan uang mudah mencarinya, asal ilmu sudah kamu dapatkan.” Pesan ibu pada si Banu.

“Iya Bu.

Ibunya selalu memanggil anaknya dengan panggilan Nak, Meski usianya bukan lagi anak-anak. Maklum saat ini ia sudah menginjak usia 20 tahun.

Namanya si Banu, tapi sang ibu selalu setia menjaga anaknya semenjak masih orok. Ia terlahir memang prematur. Terlihat ibunya adalah sosok yang tabah. Meskipun saat ini ia tinggal berdua dengan anak satu-satunya. Ayahnya yang pensiunan guru itu wafat diusia yang relatif masih muda. Ia wafat karena penyakit jantung yang mendera. Tepat dua puluh tahun yang lalu ia meninggal di rumah sakit pemerintah. Beruntung ada tunjangan askes, jadi perawatan ditanggung perusahaan itu. Coba kalau nggak ada pastilah menjadi persoalan baru dalam kehidupan mereka. Tapi itulah musibah. Gak ada yang meminta dilahirkan dalam keadaan tubuh tak sempurna.

Sekarang masih mending, semua orang dilingkungannya mendukung usahanya untuk bisa belajar elektronik. Karena sewaktu kecil, si Banu acapkali menjadi bahan olok-olokan teman-teman dan para orang tua. Yang lebih kasihan lagi, ibunya, selalu saja dianggap pembawa sial. Mereka menganggap kelahiran si Banu akibat kecelakaan selama dikandungan. Bahkan ada yang lebih menyedihkan lagi, ternyata mereka menyebut ibunya Banu sebagai perempuan yang dikutuk, lantaran melahirkan anak cacat. Anak-anak yang selalu dianggap buruk dimata masyarakat kala itu.

Hai, perempuan pembawa sial. Ada dosa apa kamu melahirkan anak cacat seperti itu? Jangan-jangan kamu menyeleweng ya? Atau kamu terkena sumpah atau melanggar janji. Jadi dosanya tertimpa pada anakmu.” Cela tetangganya tatkala melihat Ibunya menggendonya berjalan-jalan di sekitar rumah. Kala itu usianya baru seumur jagung.

Mendengar celaan tetangganya, ibu si Banu hanya bisa bersabar. Meski sesekali menitikkan air mata, lantaran bersedih kenapa ia dan anaknya selalu menjadi bahan hinaan.

Dalam kesedihan itu, tak ada yang bisa menjadi tempat mengadu, suami sudah tiada. Hanya kepada Allah lah ia mengadukan segalanya. Semoga orang-orang yang menghinanya diberikan hidayah dan ampunan Allah SWT.

Tapi beruntung, saat ini mereka sudah mengenal si Banu seperti anak-anak pada umumnya, ia sudah tidak lagi menganggap rendah dan hina lantaran melihat antuasias si Banu belajar mandiri dan menekuni cita-citanya ingin menjadi ahli servis elektronik.

Umur yang panjang yang diberikan Tuhan ternyata begitu bermanfaat bagi si Banu. Ia terus belajar kursus meski harus menggunakan kursi roda. Meskipun awalnya ibunya sempat khawatir akan terjadi apa-apa pada dirinya. Dan Alhamdulillah selama satu tahun masa kursusnya itu, iapun mendapatkan sertifikat keahlian.

Sejak saat itu, di rumahnya ia sudah berani mandiri, membuka usaha servis elektronik. Tak hanya televisi dan radio, karena servis komputer pun sudah menjadi kegiatan hariannya.

Itulah kehidupan si Banu, meski dalam kekurangan ia tetap bersyukur dan belajar dengan tekun. Tak mengenal lelah, demi masa depan yang lebih baik.

M. Ali Amiruddn, (28.4.2015:20.47pm)

Sepeda Butut Itu…..

Posted on

Hasil gambar untuk GAMBAR SEPEDA BUTUT

Pagi itu, si Butut, aku memanggilnya buat sepedaku yang sudah terlalu tua dan berkarat. Jadi amat pantas jika aku panggil si Butut. Boleh jadi lebih bagus sepedanya Pak Bain si Kompasianer itu, Sepeda onthelnya saat ini lebih berharga dibandingkan sepeda bututku. Sepeda butut yang dibeli dari loakan dengan harga 100 rb kala itu. Demi untuk menikmati perjalanan panjang tanpa menginjakkan kaki di tanah.

Bertahun tahun si Butut menemaniku, entah ke kebun, nyari rumput, ke warung, ke sekolah bahkan menemaniku ke perguruan tinggi. Tak kan ada sosok yang memiliki kekasih yang setia dimanapun berada. Apalagi seperti para istri saat ini, maunya hanya pergi ke tempat-tempat yang enak saja. Emoh kalau harus rela kehujanan dan berbelepotan lumpur dari sawah.

Hebatnya aku, meski bukan seorang ternama, si Butut selalu setia. Entah pagi, siang atau malam tak pernah merengek ingin dibelikan bakso lantaran ia memang hanyalah sepeda. Tak merengek dibelikan jaket tebal meskipun malam-malam dingin menyelimuti kulit tipis ini. Si Butut uniknya dirimu.

Kita mau kemana lagi bos? Tiba-tiba si Butut bertanya padaku. Padahal ia tak pernah bertanya terkait apa yang akan saya lakukan.

Eleh, biasa aja kog, Tut. Aku panggil Tut saja biar enak diucapkan.

Kog saya dipanggil Tut? Kog nggak Inem saja? Si Butut protes karena namanya mirip mantan saya sewaktu SMA dulu.

Emang kenapa, Tut, kog kamu protes?

Itukan nama mantan Bos yang dulu sewaktu sekolah di SMA.

Lah kalau dipanggil Inem, nanti kamu dikira pelayan seksi. Kan rupamu jelek, udah item karatan lagi.

Loh? Kenapa malah ngenyek begitu, Bos? Sergah si Butut tanda tak nyaman dengan ejekanku.

Bukannya ngenyek, body kamu memang tak cantik lagi, jadi nggak pantes jika dibandingkan dengan si Inem pelayan seksi itu.Meskipun kamu juga seksi sih, kayak si Inem dari Kidol Kali. Hehehe.

Aku emoh merendahkan si Butut lagi, takut ia ngambek, bakalan berabe urusan.

Ya udah, aku mau mandi dulu, Kan badanmu sudah tak mandiin, jadi gantian aku ya? Pintaku

Okelah Bos, Saya manut saja. Jawab si Butut.

Eeee, sebentar, tadi kamu bilang kalau si Tut itu mantanku sewaktu SMA? Emang dapat info darimana, Tut?

Oalah Bos, Dulu Bos pernah bilang kalau pacar pak Bos namanya Tut…. Si Butut sengaja memancing ingatanku pada seorang gadis mungil yang cantik yang pernah membuat aku tergoda.

Ya sudahlah, gak usah dibahas lagi, nanti saya jadi kangen lagi sama dia. Kataku, menutup pembicaraanku dengan si Butut, sambil menuju ke kamar mandi.

Tak seberapa lama, aku sudah menyelesaikan proses bersih-bersih badan, dan sudah berpakaian rapih ala pejabat.

Membawa tas cangklongan, berisi buku-buku lusuh aku pergi kuliah ditemani si Butut yang setia menemaniku meski hujan deras menerpaku.

Wah, Bos, Kelihatan ganteng hari ini. Butut menggodaku.

Kamu itu, kan emang sejak zaman azali Bosmu ini memang ganteng kan? Ejekku.

Iya iya Bos. Aku tahu kalau Bos memang ganteng kayak sekuteng. Item-item njeliteng. Si Butut balik mengejekku

Sudah, gak usah mengejekku, waktunya go es, to university. Aku segera menggowes sepedaku menuju sekolah tinggi yang aku cintai.

Di perjalanan, si Butut, gak henti-hentinya menanyakan kendaraan yang melintasi kami. Entah bertanya enaknya kalau masuk dan naik di dalamnya, bertanya berapa harganya, dan bertanya seandainya aku bisa memilikiinya alangkah banyak cewek aduhai yang melirik wajah yang ganteng ini.

Tapi lagi-lagi Si Butut nggak sadar, bahwa Bosnya nggak mudah tergoda dengan yang begituan. Mau mobil mewah, motor keren, atau cewek aduhai. Dia nggak sadar bahwa Aku memang gak begitu peduli dengan hal yang demikian. Semua memang tampak menarik, tapi bagi yang berduit. Lah, kalau Aku ya cuman menghayal wae lah.

Tak disangka aku tiba diperempatan lampu merah. Karena si Butut berlari sangat kencang, aku tak sadar bahwa si Butut melanggar lampu merah. Polisi pun memaki-makiku karena aku main terobos. Beruntung aku nggak ditangkap dan dijebloskan ke tahanan karena membuat orang lain celaka.

Syukur syukur, polisinya lumayan kasihan, melihat penampilan Si Butut yang cukup memprihatinkan. Mungkin itu yang membuat polisi itu tak tega mau menangkapku. Apalagi sampai menilang, ‘kan gak mungkin lah wong Si Butut hanya sepeda butut yang jelas kantor polisi menolak mentah-mentah. Ogah jadi tempat parkir sepeda bututku. Jangan-jangan malah dianggap rongsokan dan mengganggu pemandangan.

Untung saja, tampangmu Jelek ya, Tut? Sambil menepuk punggungnya aku kembali meneruskan perjalananku. Meski hati ini agak ketakutan, lantaran kepergok pak Polisi menerobos lampu merah.

Itulah Bos, Seharusnya Bos bersyukur, aku masih setia menemani kemanapun juga. Saking setianya, aku nurut saja meski menerabas lampu merah.

Dalam hati aku mengiyakan kata-kata si Butut. Bener apa yang dikatakannya bahwa yang Aku anggap jelek nyatanya memberikan keberuntungan. Coba kalau yang kunaiki kendaraan bermotor, pastilah ditilang atau justru saya ditahan lantaran melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Hari demi hari, Aku dan si Butut selalu berdua, tak peduli hujan panas menghadang. Pantang mundur meski Polisi menghadang.

Ibarat dua sejoli yang selalu seiya sekata. Sehidup semati seperti Romi dan Yuli. Atau Rama dan Sinta.

………………

Bersambung

Gambar : victoriahuqomarxist.blogspot.com

MAA. Metro, 19/04/2015

Rumput dan Domba

Posted on Updated on

Sumber : dombafarm.wordpress.com
Sumber : dombafarm.wordpress.com

Senja itu terjadi percakapan antara domba dan rumput. Domba terlihat lebih menguasai pembicaraan sedangkan rumput hanya mendengarkan cercaan dari domba. Maklum saja, domba memiliki tubuh yang besar, sedangkan rumput bertubuh kecil dan mudahnya diinjak-injak.

Domba : “Hai rumput, dari pagi sampai pagi lagi kamu kog masih kecil saja? Sudah   gitu karena tubuhmu kecil kamu pun sering terinjak-injak. Maaf ya kalau aku juga sering menginjakmu.”

Rumput : “Tak masalah kog domba. Karena memang Tuhan menciptakanku bertubuh kecil dan selamanya pendek jadi aku harus siap untuk diinjak-injak.”

“Sudah nasib kali, aku yang kecil jadi bahan hinaan dan celaan karena selalu menjadi gulma pengganggu para petani. Padahal aku khan gak berniat mengganggu karena memang aku mudah tumbuh dan hanya ingin mencari makan saja.”

Domba: “Jadi kamu siap kalau kamu selalu diinjak-injak olehku?”

Rumput: “Bukan begitu wahai Domba.” Maksudnya meskipun aku engkau injak-injak berilah kami kesempatan untuk menikmati kehidupan yang bebas dari kerasnya hentakan kakimu, agar aku bisa tumbuh subur kembali.

Domba : “Kasihan juga nasibmu wahai rumput. Aku jadi terharu karena selama ini aku telah menyakitimu. Aku selalu menginjakmu tanpa merasa bersalah. Sedangkan engkau pun tak mampu berontak karena aku lebih besar dan lebih kuat. Padahal jika kemarau tiba, tatkala engkau tiada, akupun tak bisa bertahan dalam lapar. Bahkan banyak kaumku yang tewas karena kelaparan.

Rumput : “Sudahlah, domba. Gak usah dipikirkan. Yang pasti nasib kita berbeda. Engkau lebih mudah menemukanku di mana saja tatkala musim penghujan tiba. Sedangkan aku selalu menjadi makhluk yang lemah dan tak berdaya.”

Domba : “Saya turut prihatin.” Tapi tahukah engkau wahai rumput? Meskipun aku selalu menginjakmu tapi hidupku tak kan berarti tanpa dirimu. Aku kan membutuhkanmu setiap waktu karena aku memperoleh makanan dari dirimu.”

Rumput : “Tahukah engkau wahai domba, bahwa tatkala engkau menginjakku dan memakanku, kau pun memberikan aku pupuk dari kotoranmu? Dahulu pertumbuhanku amatlah lambat karena sedikit nutrisi dari tanah yang kutinggali. Aku tumbuh di atas tanah yang tandus. Jangankan untuk hidup yang makmur ingin tubuh sehat pun rasa-rasanya sulit.

Domba: “Benarkah? Syukurlah kalau aku bisa bermanfaat bagi kehidupanmu juga.”

Rumput: “Iya, domba. Yuuk kita saling memberi dan berbagi, karena hakekatnya aku dan kamu adalah makhluk Tuhan yang harus saling memberi manfaat pada sesama.

Domba dan rumput pun menyadari bahwa kedua makhluk ini sama-sama memberikan manfaat yang besar. Tak hanya bagi domba, bahkan bagi makhluk-makhluk lainnya termasuk manusia yang bisa menggunakan rumput untuk pakan ternak mereka, dan ternaknya bisa bermanfaat untuk kebutuhan nutrisi buat keluarga mereka.

Catatan:

Tak ada makhluk di dunia ini berhak untuk disakiti dan direndahkan, karena mereka diberikan oleh Tuhan manfaat yang sebesar-besar bagi makhluk lainnya.

Karya : M. Ali Amiruddin, Metro, 06/11/2014

Dongeng, Ulat dan Pohon Mangga, Semua Makhluk Bermanfaat

Posted on

Penulis : M. Ali Amiruddin, S.Ag.

Suatu hari hiduplah seekor ulat dan pohon mangga. Keduanya sama-sama kesepian dan sedang berduka. Ulat terlihat merenung seorang diri, sedangkan tubuhnya terlihat kurus. Sedangkan pohon mangga menunjukkan raut muka yang tak bergairah, lesu dan wajahnya pucat pasi. Keduanya sepertinya memiliki masalah yang sama.

Ulat     : “Hai pohon, apa yang kau pikirkan. Sepertinya engkau tengah tertimpa masalah, ya?

Pohon :”Iya, benar katamu. Aku tengah berduka.

Ulat     : “Kenapa?” Tanya ulat

Pohon : “Lihat tubuhku kurus, daunku pun terlihat jarang. Aku rasa tubuhku sudah tak berdaya dan akan mati saja.” Jawabnya

Ulat      : Kulihat memang tubuhmu sangat kurus dan sepertinya tidak berdaya.” Lalu apa masalanya?

Pohon  : “Karena badanku yang kurus dan daunku yang tidak lebat inilah tuanku ingin menebangku. Karena aku sudah tak mampu berbuah lagi.”

Ulat       : “Ternyata nasibmu sama denganku.”

Pohon   : Memang apa masalahmu?

Ulat        :”Lihat saja tubuhku kurus dan perutku sangat kelaparan. Sedangkan aku tak dapat menemukan daun-daunan yang dapat ku makan.”

Pohon    : “Apakah kamu tidak sadar, bahwa kita saling membutuhkan?

Ulat         : “Bagaimana maksudmu?

Pohon     : “Begini, kita sama-sama membutuhkan. Tubuhku yang kurus karena aku tidak mendapatkan pupuk untuk menyuburkanku. Sedangkan engkau tidak dapat menemukan daun-dauan. Coba saja kau lihat. Daunku dapat kau makan dan kotoranmu dapat kujadikan pupuk, Bukan?

Ulat         : “Benar juga apa yang kau katakan.” Tapi apakah engkau bersedia jika daunmu kumakan?

Pohon     : “Tentu saja.” Silakan kau makan daun-daunku. Tapi sisakan untukku agar aku tidak kekeringan.”

Setelah perbincangan itu, ulatpun memakan daun-daun mangga. Setelah kenyang ulatpun dapat mengeluarkan kotoran. Karena kotoran-kotoran ulat yang banyak, kini tubuh pohon menjadi subur karena kotoran itu mengandung pupuk. Pohon kini menjadi subur dan berbuah mangga yang banyak dan ranum.

Sejak saat itu kedua makhluk ini merasakan bahagia. Pohon berbahagia karena tuannya tak jadi berniat menebang pohon mangga. Bahkan menjadi sangat sayang padanya. Setiap hari tuannya merawat pohon dengan teratur.

Sedangkan ulat, dia takkan merasakan kelaparan yang kedua kalinya. Karena sang pohon sudah cukup memiliki daun yang akan dijadikan santapannya.

 

Dongeng, Siapa Yang Menjadi Raja?

Posted on

Penulis : M. Ali Amiruddin

Kisah ini berawal dari negeri antah brantah, di mana tinggallah sekumpulan hewan yang sedang memperebutkan posisi sebagai raja yang disegani dan ditakuti rakyatnya. Dengan berbagai argumen dan cara-cara yang baik mereka memperdebatkan siapa sebenarnya yang pantas menjadi raja.

Di antara mereka yang berkumpul ada yang memulai perdebatan :

Semut : “Saya yang paling berhak menjadi pimpinan di negara ini!. Semut mengawali perdebatan dengan suara yang meyakinkan.
Katak : “Kenapa engkau merasa berhak menjadi pimpinan? Sedangkan tubuhmu kecil. Mut!
Semut : “Ya iya donk!. Meskipun badanku kecil tapi rakyat dan pengikutku banyak dan mereka semua menurut perintah raja. Tidak ada yang berani menentang karena mereka adalah rakyat yang selalu mengedepankan semangat kebersamaan dalam kegotong royongan. Jawab semut dengan yakin.
Kelinci : “Mana buktinya?
Semut : “Mau bukti? Semua pekerjaan kami lakukan bersama-sama contoh ketika kami mencari makan kami lakukan dengan kebersamaan sehingga beban sebesar gajahpun masih bisa kami angkat. Istana kami bangun bersama-sama rakyat pekerja, dan raja / ratu tinggal memerintahkan rakyatnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Katak : “Saya yang paling bisa menjadi raja!
Kancil : “Apalagi kamu mana yang bisa kamu andalkan untuk memimpin negeri ini?
Katak : “Dengarkan suara kami kalau musim hujan suara kami selalu bersaut-sautan karena kami dapat bermain di air dan tidur dengan nyaman. Tidak ada yang diam ketika satu orang katak bersuara maka kami semua akan bersuara. Jadi kami pantas menjadi Raja.” Pungkas Si Kata.
Kancil : “Enak saja kamu yang jadi raja!. Malah seharusnya kamu bersyukur Tak (untuk panggilan katak) karena lariku lincah ke sana-kemari mencari rumput selain itu karena ulahku si buaya jahat itu bisa aku tipu. Jadi wajar saja si penipu ini menjadi raja!
Ular : “Hei Semut, Katak, dan Kamu Kancil kalian nggak ngliat saya? meski badan saya kecil, saya memiliki tubuh yang panjang dan lentur jadi siapa saja yang akan menjadi mangsa saya pasti akan saya lilit dan tidak akan aku lepaskan sampai menjadi lemas dan dengan mudah aku telan mentah-mentah.
Srigala : “Siapa coba yang tidak takut suaraku? Pasti kalian semua takut. coba saja kalau aku sudah melolong di malam bulan purnama tidak ada makhlukpun yang tidak bersembunyi. Jadi ya pantas saja aku yang berhak menjadi raja.
Harimau : “Kalian ini semua akan menyesal kalau tidak memilih saya, karena saya mampu berlari dengan kencang dan siapa saja yang aku inginkan pasti aku dapatkan!
Singa : Hai harimau, kamu nggak melihat janggut saya yang panjang berarti saya lebih berhak karena saya kan sudah berpengalaman ya wajar donk kalau saya menjadi raja.

Dalam pembicaraan yang sengit tersebut datanglah si Gajah dengan suara yang sedikit berwibawa.
Gajah : “Wahai kalian!. Kenapa kalian berebut menjadi raja? Sedangkan kalian masih hidup dalam kesulitan, tatkala kekurangan pun kalian membutuhkan makanan dari makhluk lainnya. Kalian tahu sendiri hutan ini sedikit demi sedikit dibabat oleh ulah penebang liar dengan cara ilegal logging jadi suatu saat kehidupan kita akan terancam jadi berusahalah kita untuk merendahkan diri kita agar nanti raja di negeri antah berantah ini adalah orang-orang berprinsip seperti lebah madu meski dia tidak berdebat di sini semestinya gaya kayak mereka ini lah yang pantas menjadi pemimpin.

Bukan hanya ditakuti karena sengatannya, tapi sengatannya bermanfaat menjadi obat ketika orang-orang terkena serangan strock, dan lebih nikmat lagi madunya yang hemmm luar biasa nikmat dan bermanfaat lagi, bukan karena kerjasamanya saja seperti semut tapi mereka hanya mementingkan kelompoknya saja, jangan menjadi katak yang hanya bisa bersuara dan bernyanyi ketika kehidupan mereka makmur tapi mereka sembunyi ketika kehidupan dalam kesulitan, tapi juga jangan jadi seperti kancil karena mentalnya adalah seorang penipu yang nanti jika menjadi raja dia akan selalu menipu kita apalagi dalam otaknya hanya rumput dan mencuri timun petani, dan lebih buruk lagi seperti harimau dan singa yang sepertinya dia sudah tidak pantas menjadi raja karena selalu meresahkan dengan taringnya bisa-bisa semua penghuni negeri antah berantah ini akan habis dimakan mereka berdua. Sosok yang bengis dan suka membunuh demi mengisi perutnya.

Dan jangan memilih yang berprinsip seperti ular, karena dia akan selalu melilit mangsanga bahkan manusiapun akan dilahapnya bahkan saudara sepupuya ikut dilahap karena kelaparan. Satu lagi serigala jangan pernah dipilih jadi raja karena ulahnya kita semua jadi ketakutan dan dia bisanya melolong dan berteriak-teriak ketika dalam kelaparan tapi mereka akan tertidur pulas ketika kekenyangan.

Tanpa komando semua hewan bertanya : “Lalu siapa yang berhak menjadi raja jika harimau dan singa sudah tidak pantas?
Gajah : “Saya tidak bisa menjawab karena alam yang akan menilai siapa raja yang sebenarnya dibutuhkan di negeri ini. Yang pasti jangan orang suka berbicara ngalor-ngidul membual, jangan yang suka mengadu domba, jangan orang suka menyakiti lawannya, tapi pilihlah karakter yang mirip lebah madu, dia yang selalu tenang dalam bertindak, membagi semua tugas kepada orang lain, berbicara santun, akhlaknya yang baik dan selalu memberikan manfaat kepada orang lain.